Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendorong Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk mengembangkan energi baru berbasis batubara.Peningkatan nilai tambah ini dimaksudkan untuk menjadi energi alternatif, khususnya sebagai substitusi dari minyak dan gas.
Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar Komisi VII DPR RI, Senin (15/10) menyimpulkan, Komisi VII dan Kementerian ESDM bersepakat untuk menyusun road map strategi nasional pengembangan energi baru berbasis batubara. Seperti gasifikasi batubara (coal gasification), pencairan batubara (coal liquifaction) dan gas metana batubara.
Selain itu, pemanfaatan batubara untuk alternatif energi juga bisa melalui pembuatan kokas (cokes making), Underground Coal Gasification (UCG), dan pembuatan briket batubara (coal briquetting).
Akan tetapi, menurut Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono, untuk menjadikan batubara sebagai energi alternatif, hingga kini masih menemuai sejumlah kendala. Terutama dari sisi penerapan teknologi dan skala keekonomian. “Meski dari pilot plat sudah, tapi dari sisi komersial masih belum. Badan usaha belum bisa kalau nggak ekonomis dan teknologi nggak proven,” kata Bambang.
Namun, peningkatan nilai tambah batubara dengan menjadikannya sebagai akternatif energi, tetap akan melaju. Sejumlah penelitian dan pengembangan (litbang) dan pilot project pun dilakukan. Salah satunya mengenai gasifikasi batubara untuk pembangkit listrik.
Dalam hal ini, menurut hasil litbang gasifikasi Tekmira ESDM, untuk gasifikasi batubara dalam pembangkit listrik ini, diperlukan investasi sebesar US$ 2 juta per megawatt (MW). 1 kg batubara bisa terkonversi menjadi 0,8 kiloWatt (kW).
Adapun, soal gasifikasi ini, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) telah memasang target untuk mmebangun pabrik gasifikasi batubara pada Desember mendatang. Hasilnya nanti ialah berupa Dimethyl Eter (DME) yang bisa menghasilkan pupuk dan LPG.
Seperti yang pernah diberitakan Kontan.co.id pada September lalu, menurut Direktur Utama Bukit Asam Arviyan Arifin, proses pembangunan pabrik ini masih dalam tahap feasibility study. Sedangkan untuk pembangunannya bisa memakan waktu selasa 2,5 tahun. “Kami harapkan feasibility studyrampung dalam satu sampai satu setengah bulan,” imbuh Arviyan.
Dalam pembangunan pabrik gasifikasi ini, PTBA bekerja sama dengan PT Pertamina dan juga PT Pupuk Indonesia. Adapun, biaya yang dibutuhkan bisa mencapai US$ 1,5 miliar. “Kita sudah melakukan tanda tangan, pabrik gasnya ada satu di lokasi yang sama nanti kita akan buat kawasan ekonomi khusus industri batubara, kebutuhan biaya mungkin berkisar US$ 1 miliar sampai US$ 1,5 miliar,” ujar Arviyan.
Sumber – https://industri.kontan.co.id