Harga batu bara Newcastle kontrak pengiriman April ditutup menguat 0,06% di posisi US$ 84,65/metrik ton pada perdagangan Rabu (24/4/2019). Penguatan harga terjadi setelah juga menguat 0,18% sehari sebelumnya.
Selama sepekan harga batu bara sudah naik 0,24% secara point-to-point. Sedangkan sejak awal tahun masih membukukan pelemahan 17,05%.
Pasokan batu bara di China yang semakin ketat masih terus memberi dorongan pada pergerakan harga. Namun perlambatan ekonomi dunia juga memberi tekanan, sehingga pergerakan harga batu bara masih cenderung terbatas pada level yang rendah.
Produksi batu bara di China masih mendapat hambatan akibat aturan keselamatan yang semakin ketat, seperti yang terjadi di provinsi Shaanxi dan Mongolia Dalam.
Kecelakaan yang terjadi di salah satu tambang batu bara Shaanxi pada bulan Januari 2019 bahkan sempat membuat pemerintah setempat menutup sementara beberapa tambang untuk melakukan pemeriksaan standar keselamatan.
Wajar saja karena kecelakaan tersebut menewaskan 21 orang pekerja, dan bukan yang pertama kalinya. Sepanjang tahun 2017, ada 375 orang meninggal akibat kecelakaan di tambang batu bara.
Alhasil peraturan sekarang semakin ketat, dengan memberlakukan sistem kuota untuk produksi dan penjualan batu bara.
Sementara itu jalur kereta Daqin yang masih dalam masa perawatan juga ikut memperketat pasokan batu bara di China. Pasalnya jalur tersebut merupakan sarana penghubung tambang-tambang batu bara utama di provinsi Shaanxi.
Sebagai informasi, sejak awal April, tepatnya hari Minggu (7/4/2019) jalur kereta Daqin mulai masuk masa perawatan dan akan berlangsung selama 25 hari. Sekarang masuk hari ke-19, yang mana artinya sebentar lagi jalur tersebut akan kembali beroperasi secara normal.
Distribusi pasokan pun semakin terhambat. Apalagi diketahui bahwa provinsi Shaanxi merupakan wilayah penghasil batu bara terbesar ketiga di China, yang akan sangat berpengaruh terhadap keseimbangan pasokan.
Maka tak heran harga kontak batu bara thermal kontrak pengiriman September naik 0,7% ke posisi CNY 604,4/metrik ton kemarin (24/4/2019), setelah juga menguat 0,6% sehari sebelumnya.
Menurut analis PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia, inventori batu bara thermal di enam pembangkit listrik utama China turun 0,6% menjadi tinggal 16,4 juta ton untuk minggu yang berakhir pada 12 April 2019. Sejalan dengan hal tersebut, pembakaran batu bara mingguan juga meningkat 3,9% menjadi 7 juta ton pada periode yang sama.
Mirae juga memprediksi impor batu bara Jepang periode Maret akan meningkat dibanding bulan sebelumnya. Itu terjadi karena adanya faktor musiman.
Maka kemungkinan besar permintaan batu bara di China akan meningkat. Setidaknya untuk jangka pendek. Perlu diketahui bahwa China merupakan negara yang menguasai sebagian besar konsumsi batu bara dunia. Hal itu membuat permintaan dai China saja sudah mampu mempengaruhi keseimbangan pasar dengan secara signifikan.
Akan tetapi dalam jangka waktu yang lebih panjang, masih belum ada sentimen yang cukup kuat untuk mengangkat harga batu bara.
Pasalnya di tahun 2019 ini, perusahaan-perusahaan tambang di China menargetkan peningkatan produksi hingga 100 juta ton.
Hal tersebut disampaikan oleh Wang Hongqiao, Wakil Presiden Asosiasi Batu Bara Nasional China, mengutip Reuters, Selasa (9/4/2019).
Kemungkinan besar target tersebut benar akan tercapai. Sebab menurut Biro Statistik Nasional China, pada tahun 2019 ada sebanyak 194 juta ton kapasitas produksi batu bara tambahan yang siap untuk beroperasi.Â
Tentu saja ini bukan berita baik untuk batu bara impor, baik asal Australia maupun Indonesia. Karena posisinya bisa digeser oleh batu bara lokal China.
Beberapa analis memperkirakan impor batu bara thermal China akan turun pada kisaran 10-12 juta ton pada tahun 2019 karena adanya peningkatan produksi domestik.
Menurut kepala perdagangan komoditas Noble Group, Rodrigo Echeverri, impor batu bara China akan berkurang signifikan mulai kuartal II-2019 akibat tergeser batu bara domestik.
Apalagi pembatasan impor batu bara juga masih diberlakukan pemerintah China tahun ini. Kebijakan tersebut membatasi kuota impor batu bara sepanjang tahun 2019 hanya pada jumlah yang sama dengan tahun 2018. Tidak boleh lebih.
Artinya permintaan batu bara impor kemungkinan tidak akan tumbuh.
Sumber –Â www.cnbcindonesia.com