Ilustrasi PR Kementerian ESDMSeluruh perusahaan mineral akhirnya telah merampungkan amandemen Kontrak Karya (KK). PT Sumbawa Timur Mining (STM) menjadi perusahaan terakhir yang menandatangani amandemen kontrak, sehingga statusnya nanti akan berubah dari KK menjadi pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yunus Saefulhak menyampaikan, amandemen KK PT STM selesai ditandatangani pada 7 Mei 2019. “Jadi (amandemen KK) sudah selesai semuanya,” kata Yunus saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (27/5).

Kendati demikian, Yunus mengatakan bahwa saat ini PT STM masih berstatus KK atau belum menjadi IUPK. Sebab, peralihan status dari rezim kontrak ke perizinan tersebut baru akan berlaku ketika masa kontrak berakhir dan pemerintah memperpanjang izin dari perusahaan yang bersangkutan.

“Jadi (setelah amandemen) masih tetap KK, ketika habis KK tersebut, dan perpanjangan, baru menjadi IUPK,” sambung Yunus.

Penyelesaian amandemen kontrak ini sejatinya molor dari target. Seperti yang pernah diberitakan Kontan.co.id sebelumnya, Direktorat Mineral dan Batubara Kementerian ESDM awalnya menargetkan seluruh amandemen kontrak bisa dirampungkan pada bulan Februari tahun ini.

Namun, Yunus menyampaikan bahwa mundurnya amandemen kontrak ini karena pemerintah menunggu PT STM untuk menyelesaikan urusan administrasi. Sebelumnya, Yunus mengatakan, meski belum membubuhkan tanda tangan, tapi PT STM telah memaraf amandemen kontrak tersebut.

Artinya, imbuh Yunus, secara esensi PT STM dan pemerintah sudah menyepakati pasal-pasal amandemen untuk perusahaan bertambangan komoditas emas tersebut. Hanya saja, ada persyaratan administratif yang masih perlu diselesaikan, yakni secara internal PT STM tengah dalam proses pergantian direksi, sehingga untuk mengesahkan amandemen itu pemerintah masih menunggu susunan direksi yang baru.

“Secara esensi pasal per pasal sudah setuju, jadi sudah paraf. Tapi kan sedang dalam pergantian direksi, yang tanda tangan harus sesuai direksi yang terbaru. Jadi mundurnya akibat perubahan managemen PT STM sendiri,” terang Yunus.

Sebagai konsekuensi atas keterlambatan tersebut, kata Yunus, perusahaan tambang emas yang 80% sahamnya dimiliki oleh Eastern Star Resources Pty. Ltd. itu pun harus segera mengakselerasi kegiatan eksplorasinya. “Sekarang lagi mobilisasi alat bor eksplorasi,” tuturnya.

Di lain sisi, sejatinya penyelesaian amandemen kontrak ini sangat lah terlambat. Asal tahu saja, amandemen kontrak merupakan amanat dari Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba atau yang biasa disebut UU Minerba.

Pasal 169 (b) UU Minerba mengatakan bahwa ketentuan yang tercantum dalam Pasal KK dan pasal kontrak Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) disesuaikan selambat-lambatnya satu tahun sejak UU Minerba tersebut diundangkan, kecuali mengenai penerimaan negara.

Sejumlah poin penting dalam perubahan amandemen kontrak yang harus disepakati oleh pemegang KK maupun PKP2B ialah terkait dengan penciutan luas wilayah, penggunaan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN), kegiatan operasi, komitmen membangun fasilitas pemurnian, divestasi, dan ketentuan fiskal.

Pengamat hukum sumber daya alam dari Universitas Tarumanegara Ahmad Redi mengatakan, jika merujuk pada ketentuan bahwa penyesuaian KK paling lama dilakukan setahun setahun UU Minerba diundangkan, maka semestinya seluruh amandemen kontrak rampung pada 12 Januari 2010.

Hanya saja, tidak adanya sanksi yang dinyatakan secara tegas, disinyalir menjadi alasan mengapa jangka waktu amandemen kontrak tersebut bisa molor. Apalagi, pada ayat sebelumnya [Pasal 169 (a)], disebutkan KK dan PKP2B yang telah ada sebelum berlakunya UU Minerba tetap diberlakukan sampai jangka waktu kontrak/perjanjian berakhir.

Alhasil, ketentuan tersebut bisa ditafsir bahwa amandemen bisa dilakukan lebih dari setahun sejak UU Minerba terbit, asalkan kontrak belum berakhir. “Sebagai sebuah perjanjian atau kontrak, pemerintah dan perusahaan dapat melakukan amandemen sewaktu-waktu asal para pihak sepakat. Namun dalam negosiasi tersebut Pemerintah harus memastikan amandemen sesuai dengan pasal-pasal dalam UU Minerba,” terang Redi kepada Kontan.co.id, Senin (27/5).

Yunus pun sebelumnya mengatakan bahwa hal mendasar yang menghambat negosiasi amandemen kontrak ialah karena dalam rezim KK, perusahaan dan pemerintah ada dalam posisi yang setara. Sehingga, negosiasi untuk mencapai titik temu agar kedua belah pihak bisa mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan menjadi lebih lama.

Yunus mencontohkan, salah satu isu yang membuat negosiasi alot ialah soal ketentuan fiskal, dimana setelah amandemen kontrak, pemerintah ingin memastikan penerimaan negara yang lebih besar. Seperti royalti yang dipatok naik menjadi 3,75% hingga 4%.

“Itu kan berarti mengubah keekonomian perusahaan, ada yang harus dihitung ulang. Harus juga lapor ke investor, kalender, akhirnya lama,” jelas Yunus.

Sebagai informasi, pada tahun 2018 lalu ada 18 PKP2B dan 8 KK yang telah melakukan amandemen kontrak. Dari total 68 PKP2B, semuanya telah melakukan amandemen, dimana satu diantaranya telah mengajukan permohonan penutupan tambang (mine closure), yakni Darma Puspita Mining.

Sementara itu, dengan ditandatanganinya amandemen kontrak PT STM, maka 31 perusahaan mineral telah sepakat untuk mengakhiri rezim kontrak menjadi perizinan (IUPK), seperti halnya yang terjadi PT Freeport Indonesia (PTFI) yang resmi berubah status jadi KK menjadi IUPK pada 21 Desember 2018 lalu.

Asal tahu saja, dari 31 perusahaan mineral pemegang KK itu, baru dua perusahaan yang sudah berubah jadi IUPK. Selain PTFI, ada PT Amman Mineral yang sudah mengantongi IUPK terlebih dulu. “Yang sudah berubah jadi IUPK untuk mineral baru dua, PT FI dan PT Amman,” tandas Yunus.

Sumber – https://industri.kontan.co.id

Berikan Komentar