Pada suatu pelatihan safety leadership untuk level manajemen, setelah saya uraikan eIemen-eIemen dan leadership, saya bawakan sebuah cerita pribadi saya sebagai seorang manager K3. Ceritanya begini:
Saya berkendaraan menuju masjid untuk sholat Jumat. Karena asyik ngobrol, di sebuah pertigaan yang harusnya memutari drum, saya memotong jalan untuk belok ke kanan. Waktu tersadar saya telah berbuat kesalahan, saya telah terlambat dan tidak bisa mundur lagi. Gerakan spontan saya adalah melihat kaca spion, berharap tidak ada mobil di belakang.
Yang terjadi sebaliknya, di kaca spion terlihat jelas ada 3 kendaraan yang sama-sama dalam perjalanan menuju masjid. Dengan jelas pula terlihat ketiga kendaraan itu turut memotong pertigaan tersebut, persis seperti yang baru saja saya lakukan. Seperti umumnya di sebuah kota tambang, nomor mobil pejabat perusahaan dihafal oleh semua karyawan, termasuk nomor lambung mobil safety manager.
Otak saya berpikir cepat apa yang harus saya lakukan. Maka sebelum sampai masjid, di sepenggal jalan yang agak luas, saya meminggirkan kendaraan dan berhenti. Saya segera keluar dan mobil dan menghentikan 3 mobil di belakang satu persatu. “Pak maaf ya, tadi saya salah. Harusnya saya memutar drum” Jawaban mereka enteng saja, “Oh, kirain sekarang boleh pak Dwi. Satu persatu, saya minta maaf, dan respon mereka kurang lebih sama.
Dan cerita tersebut, saya ajak kembali peserta pelatihan leadership, untuk menganalisa kisah itu dan kacamata leadership yang sedang kita bahas. Luar biasa respon dan peserta, di antaranya adalah sebagai berikut:
Contoh lebih mudah diikuti daripada ucapan pak, kata salah satu dan mereka.”Betul”, Jawab saya. Langsung saya beri ’toss’ dan hadiahi pin. Apalagi?
Di luar perkiraan saya, ternyata dari dongeng itu, muncul jawaban peserta pelatihan yang vaniasinya sangat luar biasa. Di antaranya adalah: Tindakan kita diawasi terus oleh karyawan, sehingga kita tidak boleh berbuat Salah sedikitpun. Seorang pemimpin harus berani mengaku salah. Pemimpin harus berani minta maaf. Pemimpin harus memberi contoh baik di jam kerja maupun di luar jam kerja. Perilaku pemimpin di luar jam kerja pun tetap harus menjadi teladan. Kalau pak Dwi tidak berhenti meminta maaf, trust karyawan kepada pak Dwi akan Iangsung drop. Kalau pak Dwi tidak sempatkan stop untuk meminta maaf, pak
Dwi tidak akan bisa menegakkan aturan safety lainnya lagi. Pasti akan berbalik ke pak Dwi “Ah pak Dwi juga melanggar kemarin”. Dan, kalau satu rambu safety boleh dilanggar seorang pejabat, berarti rambu lainnya boleh langgar juga bahkan ada peserta yang membuat komentar hebat: Komitmen pak Dwi akan diragukan oleh karyawan, kredibilitas pak Dwi akan tergerus, integritas pak Dwi akan disangsikan.
Sungguh jauh diluar dugaan saya, cerita saya tersebut telah membuat para peserta bisa membayangkan aplikasi elemen demi elemen leadership yang sedang kita bahas, ke dalam perilaku sehari-hari sebagai pemimpi. Tanpa mendongeng sebuah kasus yang telah saya alami sendiri tersebut, saya akan kesulitan mencari contoh-contoh nyata penerapan elemen leadership yang mudah diterima oleh mereka.
Dongeng juga merupakan metode mengajar yang menyenangkan, apalagi kalau kita pintar membawakan Dongeng kita sendiri akan memberikan legitimasi yang kuat bahwa kita sudah pernah menjalankan sendiri topik pelatihan yang sedang kita bawakan. Sehingga kita bukan hanya bisa meng-influence peserta training, tetapi kita bisa meng-convince peserta training, karena kita sudah teruji pernah sukses menjalankannya sendiri.
Dari cerita di atas, terlihat jelas power dan sebuah cerita. Sebuah cerita atau kisah yang sesuai dan dibawakan dengan baik, mampu menggerakkan daya imajinasi mereka untuk menangkap bagaimana pentingnya materi training itu untuk diterapkan, dan apa risikonya apabila tidak.
Sejak saat itu, saya selalu menampilkan dongeng-dongeng atau kisah-kisah saya sebagai salah satu metode itu di setiap pelatihan-pelatihan. Peserta training saya sudah banyak sekali, dan tidak terduga ketika berjumpa di manapun, masih banyak yang ingat dongeng-dongeng safety saya, meski mungkin isi keseluruhan dan training itu sendiri sudah tidak mereka ingat detilnya.
Namun tentu saja, kisah yang mujarab adalah kisah din sendiri. Dan untuk mendapatkan kisah, tentunya kita harus implementasi di lapangan. Karena dengan implementasi, kita akan mendapatkan success story dan dongeng dongeng baru. Selamat mencoba story telling di setiap pelatihan. Selamat menerapkan program safety agar mendapatkan kisah-kisah baru yang bisa dijadikan bahan story telling.
Terbit dimajalah KATIGA
Edisi No.71 I November – Desember I Hal 32 – 33