Melebihi Batas WHO, Positivity Rate Covid-19 di Indonesia 12,3Persen, Apa Dampaknya?

Kondisi pandemi virus corona Covid-19 masih terus mengalami perkembangan, termasuk di Indonesia.

Hingga kini, ada 95.418 kasus infeksi positif yang telah tercatat di Indonesia. Adapun kasus kematian yang telah dikonfirmasi sebanyak 4.665 kasus dan 53.945 pasien telah dinyatakan sembuh.

Melansir laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), (22/7/2020), terkait kondisi penularan Covid-19, dilakukan penilaian pada sejumlah provinsi di Indonesia dari tanggal 29 Juni-19 Juli 2020 berdasarkan beberapa kriteria, salah satunya adalah terkait persentase pasien positif.

Adapun provinsi-provinsi tersebut terdiri atas DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, dan Banten.

Sebelumnya, mengutip Kompas.com, 20 Juli 2020, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat, Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Fify Mulyani mengatakan bahwa positivity rate Covid-19 di Jakarta selama periode 13-19 Juli 2020 mencapai 5,5 persen.

Angka ini masih melebihi batas ambang ideal yang ditetapkan oleh WHO, yaitu 5 persen.

Selain DKI Jakarta, hasil penilaian WHO juga menunjukkan provinsi lain dengan positivity rate tinggi, yaitu Jawa Tengah (lebih dari 20 persen) dan Jawa Timur (lebih dari 25 persen).

Lantas, apa yang sebenarnya digambarkan oleh positivity rate ini?

Menurut epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman, positivity rate adalah persentase dari pasien yang memiliki hasil tes positif Covid-19.

“Tes positive rate adalah persentase dari pasien yang memiliki hasil tes positif,” kata Dicky saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (25/7/2020).

Adapun cara menghitungnya adalah dengan membagi jumlah total kasus positif dengan tes yang dilakukan.

Melansir data dari PHEOC Kementerian Kesehatan RI hingga 24 Juli 2020, ada 777.100 orang yang telah diperiksa.

Sehingga, apabila ada ada 95.418 kasus infeksi positif, maka positivity rate secara total di Indonesia adalah sekitar 12,3 persen.

Artinya, setiap 100 orang Indonesia yang dites swab/PCR, akan ada 12 orang yang positif.

Tingkat penularan

Sementara, di negara-negara lain seperti China, positivity rate-nya adalah sebesar 0,1 persen, Jadi, setiap 100 orang yang dites swab/PCR, akan ada maksimal 1 orang saja yang positif.

Dicky menyebut bahwa tiap-tiap wilayah harus memperhatikan posivity rate (PR) ini. Apabila PR di atas 5 persen, maka diklasifikasikan tinggi dan sangat serius jika berada di atas 10 persen.

“Itu artinya bahwa di daerah tersebut memiliki penularan di komunitas yang relatif tinggi dan cakupan tes yang belum cukup untuk menyaring atau mendeteksi kasus positif di masyarakat tersebut,” jelasnya.

Jika jumlah tes belum masif dan PR menunjukkan angka yang tinggi, dapat diindikasikan kondisi yang masih sangat rawan.

Menurut Dicky, bila ada banyak kasus positif di masyarakat yang belum terdeteksi, maka penambahan tes akan memberikan hasil peningkatan kasus dan PR yang tinggi.

Akan tetapi, seiring dilakukannya intervensi test, tracing, dan isolasi, maka PR ini akan menurun.

“Test, trace, dan isolasi adalah strategi utama pandemi hingga berakhir,” imbuhnya.

Untuk itu, Dicky berpesan agar daerah tidak menurunkan tes karena kekhawatiran akan PR dan jumlah kasus yang meningkat.

“Ini berbahaya sekali, karena akibatnya, orang pembawa virus tidak terdeteksi dan pada akhirnya akan menularkan pada kelompok rawan (lansia, ibu hamil, komorbid),” ungkapnya.

Ia mengkhawatirkan, kondisi ini akan meningkatkan angka rawatan di rumah sakit maupun kasus kematian.

Penulis : Vina Fadhrotul Mukaromah
Editor : Rizal Setyo Nugroho

Sumber: www.kompas.com

Menteri ESDM tegaskan komitmen hilirisasi minerba

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif memastikan langkah hilirisasi sebagai upaya meningkatkan nilai tambah mineral dan batubara berjalan sesuai rencana. Hal ini disampaikan Arifin saat membuka acara 1st International Seminar On Mineral and Coal Technology (ISMCT) 2021 pada Rabu (23/6).

“Pemerintah memastikan peningkatan nilai tambah sehingga mineral dan batubara tidak hanya menjadi komoditas penerimaan negara saja, tetapi juga sebagai suplai dalam mengembangkan industri dalam negeri,” kata Arifin dalam seminar bertajuk ‘Suistanable Development on Mining, Processing, and Environment’ tersebut.

Arifin menegaskan, mineral dan batubara masih memegang peran penting dalam menggerakkan perekonomian nasional. “Harapan saya komoditas ini bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri sebagai sumber energi dan bahan baku industri, sehingga bisa menjadi modal pembangunan nasional,” jelas Arifin

Arifin memaparkan salah satu prioritas hiliriasi mineral yang sedang didorong adalah tanah jarang (rare earth) dan nikel. Nantinya, pengembangan nikel akan diselaraskan dengan rencana pemerintah mendorong penggunaan mobil listrik dan ditargetkan menjadi negara pemasok baterai Electric Vehicle (EV) pada tahun 2025. 

“Pembentukan Indonesian Battery Corporation merupakan entitas rantai pasok produksi baterai dari hulu ke hilir atau produk akhir baterai dan kegiatan sirkular ekonomi di sektor pertambangan,” ungkap Arifin.

Sementara untuk pemanfaatan unsur tanah jarang dapat menyokong komponen turbin angin, kendaraan listrik, dan lampu neon hemat energi. “Pemerintah telah menargetkan pembangunan 53 smelter pada 2024. Saat ini telah dibangun 19 smelter dan sebagian besar digunakan untuk pengolahan nikel (13 fasilitas), disusul bauksit dan tembaga,” Arifin menambahkan.

Di sektor batubara, hilirisasi juga menjadi perhatian utama bagi pemerintah melalui Dimethyl Ether (DME), methanol, pupuk dan syngas. Apalagi Indonesia dikaruniai potensi sumber daya dan cadangan batubara masing-masing sekitar 149 miliar ton dan 38 miliar ton. 

Target hilirisasi batubara sendiri sebesar 27 juta ton pada 2030. “Ini harus segera dikembangkan agar batubara bisa digunakan sebagai bahan baku industri atau sumber energi yang lebih ramah lingkungan,” tegas Arifin.

Arifin mengungkapkan, beberapa perusahaan telah menjalankan proyek gasifikasi batubara untuk mewujudkan dimethyl ether (DME) dalam rangka mengurangi impor Liquified Petroleum Gas (LPG). “Ini langkah yang tepat untuk mengimplementasikan kebijakan strategis di bidang energi dalam rangka mewujudkan ketahanan energi,” jelasnya.

Pemerintah Indonesia, sambung Arifin, telah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mempercepat hilirisasi mineral dan batubara seperti kebijakan izin ekspor terbatas untuk bauksit yang dicuci, pemberian fasilitas tax allowance dan tax hari raya, permohonan online single submission (OSS), dan pengenaan royalti secara proporsional sesuai dengan produk yang dihasilkan.

Seminar kali ini merupakan seminar teknologi mineral dan batubara pertama yang berskala internasional diselenggarakan oleh Badan Layanan Umum Teknologi Mineral dan Batubara (tekMIRA) Badan Litbang ESDM. “Sungguh suatu kehormatan bagi kami di Kementerian ESDM untuk menyelenggarakan seminar internasional ini meskipun diadakan secara virtual karena wabah pandemi,” pungkas Arifin.

Reporter: Filemon Agung | Editor: Handoyo

Sumber: https://industri.kontan.co.id/

Pemerintah Mengatur Juru Ukur Tambang ?

Peranan penting apakah yang dimiliki juru ukur tambang, sampai pemerintah turut mengatur keberadaanya. Berikut adalah beberapa peraturan yang mengatur Juru Ukur Tambang.

Sebagaimana Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1827 K/30/MEM/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Kaidah Teknik Pertambangan yang Baik, pada Lampiran II sub bahasan tentang peta disebutkan :
……..
d. Survei untuk pemetaan perencanaan dan kemajuan kegiatan pertambangan dilaksanakan oleh tenaga teknis pertambangan yang berkompeten.
e. Survei untuk pemetaan perencanaan dan kemajuan kegiatan pertambangan dapat dilakukan oleh juru ukur tambang.
f. Juru ukur tambang ditetapkan oleh Kepala Teknik Tambang dan didaftarkan dalam Buku Tambang
.


Masih pada Lampiran II, tetapi pada sub bahasan tentang “Personel” disebutkan :

Pelaksana kegiatan teknis pertambangan yang berhubungan dengan survei dan pemetaan serta pengelolaan peta-peta di bidang eksplorasi dan penambangan dilakukan oleh juru ukur tambang selaku Tenaga Teknis Pertambangan yang Berkompeten.

Juru ukur tambang paling kurang mampu melaksanakan :
a. survei dan pemetaan rencana dan kemajuan kegiatan eksplorasi, konstruksi, pemasangan Tanda Batas, dan penambangan;
b. survei dan pemetaan untuk identifikasi area yang memiliki potensi bahaya serta pemantauannya; dan
c. evaluasi, pemutakhiran, dan pengelolaan peta rencana dan kemajuan kegiatan pertambangan
.


Menurut Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1825 K/30/MEM/2018 tentang Pedoman Pemasangan Tanda Batas Wilayah Izin Usaha Pertambangan atau Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi, disebutkan bahwa :

  1. Pengukuran Titik Batas dilaksanakan oleh juru ukur tambang pemegang IUP atau IUPK.
  2. Tenaga pelaksana pengukuran adalah karyawan pemegang IUP/IUPK OP dengan sertifikasi Juru Ukur Tambang.
  3. Berita acara harus ditandatangani oleh juru ukur tambang yang melaksanakan pengukuran Titik Batas dan pemasangan Tanda Batas, pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi serta saksi-saksi.


Kententuan selengkapnya dapat mengunjungi www.inspektur.id pada link berikut :
https://www.inspektur.id/kaidah-teknik/teknis-pertambangan/2-peta
https://www.inspektur.id/kaidah-teknik/teknis-pertambangan/5-personel

Download peraturan terkait dengan penetuan tanda batas di link berikut
1. Kepmen Nomor 1825 K/30/MEM/2018 (Download)
2. Kepdirjen Nomor 141.K/30/DJB/2019 (Download)

Demikian yang dapat saya sampaikan.

Wassalam,

Deni Ramdani

 

Sumber: https://www.inspektur.id/

Pemerintah berikan relaksasi ekspor mineral di masa pandemi covid-19

JAKARTA. Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberikan relaksasi rekomendasi ekspor untuk sejumlah komoditas mineral di masa pandemi covid-19.

Menteri ESDM Arifin Tasrif mengungkapkan pemberian relaksasi ini salah satunya dikarenakan membaiknya harga komoditas mineral di pasar. “Ekspor juga kita berikan karena komoditas tembaga di pasar harga meningkat cukup tajam. Kita ambi satu relaksasi ini dan tidak hanya untuk Freeport tapi juga untuk komoditas mineral lain kecuali bijih nikel,” ujar Arifin, Selasa (22/3).

Arifin melanjutkan, relaksasi ekspor komoditas mineral juga diberikan mengingat dampak yang dialami perusahaan selama masa pandemi covid-19. Kendati demikian, Arifin memastikan pemberian ekspor ini tetap dibarengi dengan pemberian denda administratif. Adapun, besaran denda yang diberikan yakni 20% dari revenue tahun berjalan.

Sebelumnya, Kementerian ESDM telah menerbitkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 46 Tahun 2021 tentang Pemberian Rekomendasi Penjualan ke Luar Negeri Mineral Logam Pada Masa Pandemi Covid-19. Merujuk beleid tersebut yang dikeluarkan pada 12 Maret 2021, Kementerian ESDM memutuskan pemberian rekomendasi ekspor sebagai berikut.

Satu, Pemegang Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Mineral Logam dan Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi Mineral Logam yang tidak memenuhi persentase kemajuan fisik pembangunan fasilitas pemurnian paling sedikit 90% pada 2 periode evaluasi kemajuan fisik pembangunan fasilitas pemurnian sejak ditetapkannya Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagai Bencana Nasional, dapat diberikan rekomendasi persetujuan ekspor.

Kedua, Pemegang Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Mineral Logam dan Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi Mineral Logam sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU tetap dikenakan denda administratif dari nilai kumulatif penjualan ke luar negeri pada periode evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU dengan mempertimbangkan dampak pandemi COVID-19.

Dikonfirmasi terpisah, Direktur Pembinaan Dan Pengusahaan Mineral Ditjen Minerba Kementerian ESDM Sugeng Mujianto mengungkapkan pemberian relaksasi ekspor diberlakukan untuk waktu satu tahun. “Rekomendasi diberikan bagi yang mengajukan dan sesuai aturan,” kata Sugeng kepada Kontan.co.id, Selasa (23/3).

Kendati demikian, Sugeng masih belum merinci perusahaan mana saja yang telah mengajukan permohonan untuk persetujuan rekomendasi ekspor ini. Sugeng menambahkan, dalam pelaksanaan setahun relaksasi ekspor ini pemerintah berkomitmen untuk menjaga proyek smelter dapat tetap berjalan. “Kita akan beri waktu untuk penyesuaian kurva S, namun target waktu tetap dan harus ada percepatan,” tegas Sugeng.

Adapun, pemberian kuota ekspor nantinya tetap mengacu pada Rancangan Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) tiap perusahaan.

Reporter: Filemon Agung | Editor: Handoyo

Sumber: https://www.kontan.co.id/

LIPI: Limbah Batu Bara Bernilai Ekonomi

Pekerja membersihkan sampah dan limbah batu bara yang mencemari kawasan pantai di Desa Peunaga Pasi, Kecamatan Meureubo, Aceh Barat, Aceh, Kamis (5/12/2019). Perusahaan Tambang Batu Bara PT Mifa Bersaudara melakukan pembersihan sampah dan limbah batu bara yang belum jelas kepemilikannya sebagai bentuk tanggungjawab sosial terhadap lingkungan serta untuk mengembalikan keindahan kawasan pantai. ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/wsj.

JAKARTA – Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mendukung keputusan pemerintah yang menetapkan fly ash dan bottom ash (FABA) atau limbah padat dari proses pembakaran batu bara pada PLTU dan pabrik sawit menjadi kategori bukan bahan berbahaya dan beracun (non-B3).

“Limbah batu bara PLTU dan pabrik sawit tidak ada yang berbahaya. Limbah FABA ini justru bernilai ekonomi karena dapat dimanfaatkan untuk penunjang infrastruktur seperti bahan baku pembuatan jalan, conblock, semen hingga bahan baku pupuk,” kata Peneliti Pusat Penelitian Metalurgi dan Material LIPI, Nurul Taufiqu Rochman, dilansir dari Antara, Selasa (23/3).

Ia menjelaskan saat ini tidak satu pun negara yang mengategorikan limbah batu bara dan sawit sebagai B3, sehingga sangat disayangkan jika limbah itu tidak dimanfaatkan. “Komposisi dari limbah FABA ini sudah kami analisis dan sebagainya tidak ada yang berbahaya,” ujarnya.

Menurut dia, limbah batu bara dan sawit justru menjadi bahaya ketika tidak digunakan atau ditumpuk dalam jumlah banyak. Padahal, limbah itu bisa digunakan untuk berbagai produk. “Jadi, kerugian besar jika limbah itu tidak digunakan,” ujar Nurul.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan pemerintah sudah tepat menghapus FABA dari daftar limbah berbahaya. Indonesia harus meniru negara maju dalam mengelola FABA.

“Ini bisa dimanfaatkan secara umum. Ini best practice di banyak negara, seperti China, Jepang, Vietnam. Sebagai bangunan semen dan jalanan. Di Jepang, Bendungan Fukushima itu bahan bakunya dari limbah batu bara. Jadi kenapa kita tidak belajar dari itu,” ujar Hendra.

Sejumlah perusahaan batu bara, termasuk perusahaan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) telah melakukan kajian tentang pemanfaatan FABA yang menyatakan bahwa bahan baku dari FABA aman digunakan.

“Tapi untuk pemakaian massal memang belum, karena masih harus ada clearance,” ujar Hendra.

Di Indonesia, pemanfaatan FABA masih skala kecil, padahal produksi FABA dari PLTU mencapai belasan juta ton per tahun. Selama ini limbah itu hanya ditimbun tanpa pengelolaan.

“Timbunan yang serampangan ini malah yang membuat risiko buruk kepada lingkungan. Kalau bisa dimanfaatkan ini malah mempunyai nilai tambah,” ujar Hendra.

Executive Vice President Komunikasi Korporat dan CSR PLN, Agung Murdifi menyatakan PLN tidak akan membuang limbah batu bara dan akan bekerja sama dengan banyak pihak untuk memanfaatkannya.

PLN telah melakukan berbagai uji coba dan mengembangkan FABA hasil pembakaran PLTU agar bisa dimanfaatkan. Misalnya, menjadikan FABA untuk bahan penunjang infrastruktur seperti jalan, conblock, semen, hingga pupuk. Di PLTU Tanjung Jati B yang berlokasi di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, limbah FABA diolah menjadi batako, paving dan beton pracetak.

”Hasil olahan dari limbah FABA itu kami manfaatkan untuk merenovasi rumah di sekitar PLTU Tanjung Jati B,” kata Agung.

Kemudian di PLTU Asam Asam memanfaatkan FABA sebagai road base (lapisan jalan) dalam pembuatan akses jalan. PLTU Suralaya memanfaatkan FABA sebagai bahan baku batako dan bahan baku di industri semen. Sementara, PLTU Ombilin memanfaatkan FABA menjadi campuran pupuk silika.

Sebelumnya, FABA dikategorikan menjadi Non-B3 sesuai Peraturan Pemerintah (PP) 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Berdasarkan hasil uji laboratorium independen atas Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP) dan Lethal Dose 50 (LD50) yang sampelnya berasal dari beberapa PLTU, FABA yang dihasilkan tidak mengandung unsur yang membahayakan lingkungan. (Nadia Kurnia)

Sumber – https://www.validnews.id

Online Course Biodiversity Flora dan Fauna High Conservation Value (HCV)
Kepedulian konsumen kelapa sawit terhadap produk yang ramah lingkungan meningkat. Saat ini berbagai konsumen mempersyaratkan bahwa produk minyak sawit harus dihasilkan dari kebun yang dikelola berdasarkan asas kelestarian. Kondisi tersebut mendorong terbentuknya Round Table on Sustainable Palm Oil (RSPO). RSPO telah mengatur dan memformulasikan kriteria serta indikator untuk produksi sawit yang lestari.

Salah satu indikatornya adalah kriteria 5.2 yang menyatakan bahwa jika dalam kebun terdapat spesies langka, terancam, atau hampir punah dengan nilai konservasi tinggi dan terpengaruh oleh aktivitas perkebunan. Maka harus dilakukan identifikasi dan diperhatikan aspek konservasinya.
Upaya untuk memenuhi aturan dan target RSPO tersebut dapat dilakukan dengan mempersiapkan area konservasi dan sumberdaya manusia yang memiliki keahlian dalam bidang high conservation value.

IPB Training akan melaksanakan Online Course Biodiversity Flora dan Fauna High Conservation Value (HCV) pada

Selasa, 6 April 2021
Pukul 13.00-17.00 WIB

Online interactive via Zoom

Link pendaftaran online – http://ipb.link/hcv-ipb
 
Potongan harga sebesar Rp. 200.000 untuk klien/alumni program Indoshe, gunakan voucher INDOSHE-IPB

Terima Kasih.

Contact Person:
IPB Training
(0251-838-2223)/ admin (0813 5000 6953)
Excellence hub for professional and vocational skill
based on applied life science.
 
 
 
 
Catat! Pemerintah akan beri sembilan insentif untuk hilirisasi batubara

Pemerintah tampak serius untuk menggenjot peningkatan nilai tambah batubara, khususnya hilirisasi melalui skema gasifikasi. Ada sembilan insentif yang akan diberikan pemerintah untuk mendorong proyek ini.

Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Minerba Irwandy Arief menjabarkan, insentif pertama adalah pemberian royalti hingga 0% untuk batubara yang diolah dalam skema gasifikasi.

Kedua, formula harga khusus batubara untuk gasifikasi. Ketiga, masa berlaku Izin Usaha Pertambangan (IUP) sesuai umur ekonomis proyek gasifikasi. 


“Misalnya perpanjangan 10 tahun sampai dengan keekonomian dari umur proyek itu,” sebut Irwandy dalam Indonesia Mining Outlook yang digelar secara daring, Selasa (15/12).

Ketiga insentif tersebut sedang dibahas oleh Ditjen Minerba Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan.

Selanjutnya, insentif keempat berupa tax holiday (PPh badan secara khusus sesuai umur ekonomis gasifikasi batubara).

Kelima, pembebasan PPN jasa pengolahan batubara menjadi syngas sebesar 0%. Keenam, pembebasan PPN EPC kandungan lokal. Usulan insentif poin keempat dan kelima ini sedang dibahas oleh Kemenkeu dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

Lalu, insentif ketujuh adalah harga patokan produk gasifikasi seperti harga patokan DME. Kedelapan, pengalihan sebagian subsidi LPG ke DME sesuai porsi LPG yang disubstitusi. Insentif ini sedang dibahas oleh Kementerian ESDM dan Kemenkeu. 

Arifin menargetkan, pada tahun 2024 ada sekitar 13 juta ton kapasitas input batubara. Nilai jual DME dan produk hilirisasi batubara ditaksir mencapai sekitar US$ 600 juta per tahun, yang juga meliputi produk gasifikasi, coke making, coal upgrading dan briket batubara.

“Di Indonesia potensi batubara yang dominan adalah yang kalori rendah, jenis batubara ini akan bernilai ekonomis apabila dilakukan peningkatan nilai tambah,” sebut Arifin.

Sebelumnya Kontan.co.id menulis, proyek batubara menjadi DME ditargetkan sudah mulai beroperasi dan dapat direalisasikan antara tahun 2024 atau 2025, dengan produksi sekitar 2,8 juta – 3 juta ton. Produksi DME tersebut berasal dari proyek hilirisasi yang digarap oleh PTBA juga dari Bakrie Group melalui PT Kaltim Prima Coal (KPC).

“Kemudian akan diikuti generasi selanjutnya, yaitu Arutmin, kemudian PKP2B lainnya yang akan melakukan program hilirisasi industri untuk konversi coal ke syntetic gas, kemudian menjadi final product. How dan when-nya sudah ada gambarannya,” jelas Arifin.

Berdasarkan data yang dipaparkan Kementerian ESDM, sudah ada empat proyek hilirisasi dalam bentuk gasifikasi batubara yang dijajaki oleh empat perusahaan. 

Keempat proyek tersebut adalah:

1. Coal to DME PTBA yang bekerjasama dengan Pertamina dan Air Product. Estimasi operasi komersial (COD) pada tahun 2025 dengan feedstcok batubara sebanyak 6,5 juta ton per tahun. Proyek yang berlokasi di Tanjung Enim Sumatera Selatan ini akan menghasilkan 1,4 juta ton DME per tahun, dan status saat ini masih dalam finalisasi kajian dan skema subsidi DME untuk substitusi LPG serta negosiasi skema bisnis proyek.

2. Coal to methanol PT KPC atau kerjamasa antara PT Bumi Resources Tbk (BUMI) dengan Ithaca Group dan Air Product. Estimasi COD pada tahun 2024 dengan feedstcok batubara sebanyak 5-6,5 juta ton per tahun. Proyek yang berlokasi di Bengalon Kalimantan Timur ini akan menghasilkan 1,8 juta ton methanol per tahun, dan status saat ini masih dalam finalisasi feasibility study (FS) dan skema bisnis.

3. Coal to methanol PT Arutmin Indonesia. Estimasi COD pada tahun 2025 dengan feedstock batubara sebanyak 6 juta ton per tahun. Proyek yang berlokasi di IBT Terminal-Pulau laut Kalimantan Selatan ini akan menghasilkan 2,8 juta ton methanol per tahun, dan status saat ini masih dalam finalisasi kajian (para-FS).

4.  Coal to methanol PT Adaro Indonesia. Estimasi COD pada tahun 2025 dengan feedstock batubara sebanyak 1,3 juta ton per tahun. Proyek yang berlokasi di Kota Baru Kalimantan Selatan ini akan menghasilkan 660.000 ton methanol per tahun, dan status saat ini masih dalam finalisasi kajian (pra-FS).

Kemudian, ada juga tiga proyek undergorund coal gasification (UCG), yang masih dalam tahap skala pilot project, yaitu:

1. Proyek UCG PT Kideco Jaya Agung di Kalimantan Timur

2. Proyek UCG PT Indominco di Kalimantan Timur

3. PT Medco Eenrgi Mining International (MEMI) dan Phoenix Energu Ltd., di Kalimantan Utara.

Kesembilan, “Adanya kepastian offtaker produk hilirisasi,” ungkap Irwandy.

Pemerintah sudah membentuk kelompok kerja (pokja) untuk menyusun roadmap pengembangan dan pemanfaatan batubara. Menurut Irwandy, ada lima Pokja yang dibentuk. 

Pertama, pokja sumber daya batubara. Kedua, pokja infrastruktur batubara dan infrastruktur produk hilir.

Ketiga, pokja kesiapan teknologi kelayakan ekonomi dan lingkungan proses hilirisasi. Keempat, pokja dukungan kebijakan dan skema kerjasama. Kelima, pokja kesiapan strategi pemasaran produk hilirisasi.

Menteri ESDM Arifin Tasrif juga menegaskan agar para pelaku usaha batubara bisa bertransformasi, tak lagi hanya mencual batubara mentah ke PLTU, namun juga bisa menjual produk hilirisasi dengan nilai tambah bagi industri.

 

Sumber – https://industri.kontan.co.id/

Tren Ekspor Batu Bara Indonesia Meningkat

Menteri Perdagangan Agus Suparmanto menyebut, tren ekspor batu bara Indonesia ke pasar dunia terus meningkat. Terlebih, batu bara Indonesia dinilai berkualitas.

Saat menjadi pembicara kunci dalam Coaltrans Asia 2020 Virtual Conference yang diselenggarakan Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Agus mengatakan, batu bara merupakan produk strategis bagi Indonesia.

Berdasarkan data International Energy Agency Coal Information (2020), pada 2019 Indonesia tercatat sebagai produsen batu bara terbesar ke-4 dengan jumlah produksi sebesar 616 juta ton. 

“Tren ekspor batu bara Indonesia di pasar global mengalami kenaikan yang positif sebesar 11,77 persen pada periode lima tahun terakhir (2015-2019),” kata Agus melalui keterangan resmi di Jakarta, Selasa (24/11).

Namun, pada Januari sampai September 2020, nilai ekspor tersebut menjadi sebesar 12,30 miliar dolar AS. Angka itu turun 25,45 persen dibandingkan periode sama tahun lalu yang tercatat sebesar 12,30 miliar dolar AS. 

Negara tujuan ekspor batu bara Indonesia pada periode Januari sampai September 2020 yakni China (27,47 persen), India (19,89 persen), Jepang (10,75 persen), Malaysia (7,98 persen), dan Filipina (7,64 persen). Mendag juga memaparkan sejumlah langkah strategis dilakukan Kementerian Perdagangan dalam mendorong ekspor batu bara. 

Ia juga menekankan sejumlah keunggulan produk batu bara yang dihasilkan Indonesia. Kekuatan batu bara Indonesia adalah ramah lingkungan, rata-rata kalori yang dihasilkan serta kadar sulfurnya lebih rendah.

“Sehingga, batu bara asal Indonesia sangat berkualitas dan aman digunakan sebagai bahan bakar pembangkit listrik,” kata Agus.

Kementerian Perdagangan juga memberikan apresiasi kepada APBI sebagai penyelengara konferensi virtual ini. Agus berharap pertemuan ini dapat merumuskan sejumlah strategi yang dapat mendorong perdagangan batu bara dunia sekaligus meningkatkan ekonomi Indonesia.

 

Sumber: https://republika.co.id/