Menteri ESDM Sebut RI Butuh Batu Bara hingga 172 Juta Ton di 2021

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat kebutuhan batu bara dalam negeri pada 2021 mencapai 172 juta ton. Angka ini akan terus naik hingga pada 2024 yang diproyeksikan mencapau 277 juta ton.

“Proyeksi kebutuhan batu bara dalam negeri terus meningkat dan diperkirakan 277 juta ton pada 2024,” ujar Menteri ESDM Arifin Tasrif, Jakarta, Senin (23/11/2020).

Untuk produksi, ekspor dan DMO, pemerintah terus mendorong pemanfaatan batu bara untuk kepentingan nasional. Pada tahun 2020, pemanfaatan batu bara domestik ditargetkan mencapai 155 juta ton atau 28,2 persen dari target produksi sebesar 550 juta ton.

Angka ini meningkat 12,3 persen dari realisasi DMO tahun 2019 yang sebesar 138 juta ton dengan produksi 616 juta ton. Sementara, pemanfaatan batu bara dalam negeri samapai dengan Oktober 2020 baru mencapai 109 juta ton dari produksi 459 juta ton.

Dalam rencana pemanfaatan batu bara domestik pada 2020, Arifin merinci, didominasi oleh konsumsi PLN sebesar 109 juta ton. Industri pengolahan dan pemurnian sebesar 16,5 juta ton, industri pupuk sebesar 1,7 juta ton, industri semen 14,5 juta ton, dan tekstil sebesar 6,54 juta ton, serta industri kertas 6,64 juta ton.

Dari data yang dia paparkan, sumber daya dan cadangan batu bara di Indonedia berdasarkan data pada Desember 2019, sumber daya batu bara Indonesia sebesar 150 miliar ton dan cadangan 37,45 miliar ton. Sebagian besar sumber daya batu bara 99,80 persen terdapat di pulau Kalimantan dan pulau Sumatera. Kualitas batu bara tersebut, 90 persen merupakan berkalori rendah dan sedang.

Bahkan, batu bara saat ini masih menjadi pasokan energi nasional, karena itu, untuk menjaga ketahanan dan kemandirian energi, serta menjaga keberlangsungan pembangunan berkelanjutan, pemerintah telah menerbitkan Peratuturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2014 tentang kebijakan energi nasional.

“Di mana, memprioritaskan batu baru sebagai sumber energi, menjamin pasokan batu bara bagi kebutuhan dalam negeri, dan mendoring peningkatan nilai tambah batu bara,” kata dia.

 

Sumber: https://economy.okezone.com/

Hilirisasi Tambang Mulai Jalan, Industrinya Kapan?

Pemerintah tengah mendorong hilirisasi tambang demi meningkatkan nilai tambah bijih mineral melalui pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter). Namun, mestinya upaya hilirisasi tambang ini juga harus diimbangi dengan penyerapan produk dari smelter, sehingga produk smelter juga bisa langsung diolah menjadi barang jadi di dalam negeri.

Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA) Djoko Widajatno. Menurutnya selama ini produk smelter yang merupakan barang setengah jadi cenderung diekspor, dan pada akhirnya Indonesia malah mengimpor barang jadi dari luar negeri yang tentunya harganya jauh lebih mahal ketimbang ekspor produk setengah jadi dari smelter.

Meski demikian, dia mengatakan bahwa IMA tetap berkomitmen mendukung hilirisasi. Meski dalam perjalanannya ada juga yang berjalan lambat, karena terkendala pendanaan. 

“Hilirasasi industri tambang dapat menunjang industri dasar logam di Indonesia dalam rangka membangun industri yang bisa menggantikan barang-barang yang diimpor, karena memang sementara ini kita belum bisa buat,” ungkapnya dalam wawancara khusus bersama CNBC Indonesia, Rabu (23/09/2020).

Oleh karena itu, pihaknya berharap agar proses hilirisasi ini tidak hanya berhenti pada industri smelter saja, namun juga dijalin sinergi antara tambang dan perindustrian, atau dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan Kementerian Perindustrian. Dengan demikian, lanjutnya, produk-produk dari smelter bisa terserap.

“Sekarang ini sebagai contoh kita lihat hilirisasi tembaga di Gresik produksinya 300 ribu ton, Pak Presiden (Direktur) Freeport mengatakan dari produksi sebanyak itu, baru terserap dalam negeri sekitar 100 ribu ton terus yang 200 ribu ton selebihnya membuat kaya industri di luar, walaupun sudah 95% copper (tembaga), tapi yang mendapatkan keuntungannya adalah industri handphone, mobil, kabel, dan industri lain, itu yang harus kita kejar,” paparnya.

Menurutnya, pemerintah mesti mendorong kegiatan-kegiatan industri dasar logam ini dibangun, sehingga produk smelter tidak perlu lagi diekspor. Bila produk smelter ini diolah lagi menjadi barang jadi di dalam negeri, maka nilai tambahnya akan jauh lebih tinggi.

“Karena kalau beli tembaga per kilo sekarang berapa, per ton berapa, sedangkan kita beli mobil katakanlah Toyota Innova Rp 280 juta, itu berapa kali kita dapat kalau itu bisa diperoleh,” paparnya.

Lebih lanjut dia mengatakan, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang menjadi turunan dari UU Minerba saat ini tengah dibahas, pemerintah memang mendorong adanya hilirisasi minerba. Tapi, imbuhnya, kunci dari kesuksesan dari hilirisasi adalah di industri yang dimiliki perindustrian.

“Industri yang menghasilkan adalah industri yang produknya dikonsumsi orang banyak. Sedangkan kalau kita kasih katoda tembaga, orang juga tidak mau beli, tapi kalau dikasih kabel untuk listrik, orang berlomba untuk membeli,” jelasnya.

Djoko mengusulkan strategi yang perlu dikembangkan di dalam RPP Minerba adalah mensinergikan industri hilirisasi tambang dengan industri dasar dalam Kementerian Perindustrian. Dalam hal ini yaitu industri dasar penyerap hasil smelter tambang yang ada di Indonesia.

Selain itu, hilirisasi dari tanah jarang (rare earth) diharapkan juga bisa dikembangkan karena ini mineral strategis di mana biasa diproduksi menjadi senjata.

“Harapan saya, untuk pengelolaan tambang kita juga pelajari sisi ilmu material, sehingga kita bisa mengejar ketertinggalan,” tuturnya.

 

Sumber: https://www.cnbcindonesia.com

Bahan Bakar Sampah Lebih Murah dari Batu Bara untuk Pembangkit

Pabrik pengolahan sampah menjadi bahan bakar dengan metode Refuse-derived Fuel (RDF) di Cilacap, Jawa Tengah baru saja diresmikan. Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan metode ini bisa memproduksi substitusi bahan bakar batu bara yang lebih murah untuk pembangkit listrik.

Metode RDF merupakan teknologi pengolahan sampah melalui proses homogenizers menjadi ukuran dan butiran kecil (pellet) yang selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk sumber energi terbarukan dalam proses pembakaran pengganti batubara.

Arifin menjelaskan dari studi yang dilakukan olahan sampah dari pabrik pengolahan RDF ini bisa mensubtitusi 3% kebutuhan batu bara pada pembangkit listrik. Khususnya untuk PLTU di wilayah Cilacap.

“Dari studinya hasil olahan sampah ini pemanfaatan PLTU batu bara bisa 3% subtitusi kebutuhan batu baranya,” ungkap Arifin saat meresmikan fasilitas pengolahan sampah RDF di Cilacap, yang disiarkan di YouTube, Selasa (21/7/2020).

“Ini juga lebih murah dari batu bara. Harga yang dari datanya itu tadi Rp 300 ribu per ton, berati 20 dollar-an. Batubara kan US$ 40-50,” ungkap Arifin.Harga dari hasil olahan RDF sendiri menurut Arifin lebih murah daripada batu bara. Bila batu bara per tonnya dihargai US$ 40-50, hasil olahan RDF cuma US$ 20 per ton.

Pabrik RDF yang baru diresmikan ini sendiri akan dioperasikan Pemerintah Kabupaten Cilacap bekerja sama dengan PT. Solusi Bangun Indonesia (PT. SBI).

Nantinya pabrik akan mengolah 120 ton sampah per hari. Dari ratusan ron sampah ini akan disulap menjadi kurang lebih 50 ton RDF.

Sumber – https://finance.detik.com

 

Tren harga komoditas membaik, harga batubara berpotensi terus menanjak

Pergerakan harga batubara dalam sepekan terakhir masih bergejolak walau cenderung menguat. Hal ini sejalan dengan membaiknya tren harga komoditas global. 

Jika merunut pergerakan harga batubara di periode 19-26 Juni 2020, harga batubara pada kontrak pengiriman bulan Oktober 2020 naik 0,71% dari US$ 56,45 per ton di 19 Juni menjadi US$ 56,85 per ton pada akhir pekan lalu.

Analis Central Capital Futures Wahyu Tribowo Laksono mengatakan, tren harga batubara ke depan masih berpeluang melanjutkan penguatan. Bahkan dia merevisi outlook harga batubara, sejalan dengan prospeknya yang bakal lebih positif.

“Kenaikan seiring oil trend yang naik juga,” kata dia kepada Kontan.co.id, Senin (29/6). 

Secara keseluruhan, Wahyu menilai pergerakan harga komoditas dalam beberapa waktu terakhir cukup positif. Hal ini tercermin dari sebagian besar tren harga komoditas energi global, kecuali gas alam. 

Terlebih, secara keseluruhan, pergerakan harga batubara masih mirip dengan komoditas lainnya, di mana pergerakan masih sangat rentan oleh perkembangan ekonomi glonal. Untuk itu tren pergerakan harga komoditas masih rawan volatilitas.

Namun, dibandingkan dengan komoditas lainnya, Wahyu optimistis, pergerakan harga batubara masih lebih baik, khususnya jika dibandingkan harga minyak yang sempat melorot cukup dalam tahun ini.

Sebagaimana diketahui, faktor penyebaran virus corona atau Covid-19, turut mempengaruhi supply dan demand batubara sepanjang tahun ini. Pasalnya, banyak pabrik dan aktifitas ekonomi di beberapa negara yang berkurang, bahkan berhenti dan membuat permintaan akan batubara ikut melunak. 

Ditambah lagi, Wahyu menilai China dan Amerika Serikat turut memanfaatkan momentum ini untuk melakukan hoarding atau menimbun cadangan, terutama komoditas strategis seperti minyak dan batubara.

Apalagi, secara keseluruhan batubara tidak memiliki masalah kontrak, storage atau penyimpanan, bahkan terkait pengiriman. 

Ke depan, Wahyu memperkirakan, harga batubara jangka panjang berada di rentang US$ 40 – US$ 120 per ton. Sementara untuk proyeksi konsolidasi tahunan di rentang US$ 50 – US$ 60 per  ton, dan jangka menengah pada rentang US$ 50 – US$ 70 per ton.

Untuk mingguan diperkirakan ada di rentang US$ 50 per ton hingga US$ 60 per ton. “Saat harga berada di atas US$ 60 per ton bisa sell on strength, dan saat mendekati US$ 50 per ton bisa buy on weakness,” tandasnya.

Sementara itu, Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Andy Wibowo Gunawan menilai, harga batubara dalam sepekan terakhir cenderung flat. “Cenderung flat, harga batubara tidak bergerak kemana-mana,” ungkapnya, Senin (29/6). 

Meskipun begitu, di sisa tahun ini, dia menilai pergerakan harga batubara dunia berpotensi menguat. Bahkan dia optimistis di jangka panjang permintaan batubara dari China akan bertahan.

Hingga akhir 2020, harga batubara diprediksi berada di level US$ 65 per ton dan terus menanjak ke US$ 70 per ton pada 2021. Meskipun bakal rebound, target harga batubara tersebut turun 7,1% untuk 2020 dan 6,7% untuk 2021 dari asumsi awal. 

Hal ini mengingat dampak dari pandemi Covid-19 yang berpotensi memangkas produksi batubara China menjadi 3,32 miliar ton di tahun ini dan 3,49 miliar ton di 2021. Padahal sebelumnya, Andy memperkirakan produksi batubara China bisa tumbuh 3,47 miliar di 2020 dan meningkat menjadi 3,78 miliar ton di tahun depan.

“Kami optimistis harga batubara bisa bertahan di level wajar, karena komoditas batubara cukup kuat sejalan dengan ekonomi China,” jelasnya. 

Sementara itu, untuk jangka menengah, permintaan batubara diyakini masih akan solid, dengan kondisi perusahaan batubara China yang masih terlilit hutang, sedangkan perusahaan batubara di Asia cenderung memiliki neraca keuangan yang lebih sehat.

Sumber – https://investasi.kontan.co.id/

Pembangunan Smelter Tersendat, ESDM Revisi Target

Cita-cita hilirisasi melalui pembangunan fasilitas pemurnian dan pengolahan (smelter) yang dicanangkan pemerintah nampaknya harus menghadapi sedikit hambatan. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebelumnya menargetkan akan ada sebanyak 52 smelter yang akan beroperasi hingga 2022 mendatang. Namun, nampaknya target tersebut harus meleset.

Lebih lanjut, Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Yunus Saefulhak mengatakan bahwa pihaknya memang gencar melakukan evaluasi atas kewajiban yang harus dilaksanakan para pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) termasuk dalam hal pembagunan smelter.

Berdasarkan hasil evaluasi tersebut, terdapat empat smelter yang dinilai tidak memenuhi kewajiban dan kelanjutan proyek yang tidak jelas termasuk tidak adanya laporan RKAB (Rencana Kerja dan Anggaran Biaya). Melihat fakta tersebut, ESDM akhirnya memutuskan untuk merevisi jumlah smelter yang diproyeksikan dapat beroperasi hingga 2022 mendatang. Dari sebelumnya berjumlah 52 smelter kini menjadi 48 smelter. Namun, Yunus pun belum dapat menjelaskan secara detail terkait 4 smelter mana saja yang mangkrak tersebut. Dirinya hanya menyebutkan jika keempat smelter tersebut terdiri dari 3 smelter nikel dan 1 smelter pasir besi.

Selain itu, sebelumnya ESDM juga menargetkan bahwa jumlah smelter yang diproyeksikan dapat beroperasi pada tahun ini berjumlah 4 smelter. Keempat smelter tersebut antara lain pertama, smelter nikel PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara dengan kapasitas produksi tahunan sebesar 64.655 ton Feronikel. Kedua, smelter timbal PT Kapuas Prima Coal (KPC) di Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah dengan kapasitas produksi 22.924 ton timbal bullion. Ketiga, smelter nikel PT Arthabumi Sentra Industri di Morowali, Sulawesi Tengah yang akan menghasilkan 72.965 ton Nikel Pig Iron. Keempat, smelter mangan yang dibangun oleh PT Gulf Mangan Grup di Kupang, Nusa Tenggara Timur yang akan memproduksi 40.379 ton ferromangan.

Namun melihat kondisi saat ini yang masih tersendat pandemi covid-19, ESDM pun mengatakan bahwa hanya tersisa 2 smelter yang masih memungkinkan untuk beroperasi di tahun 2020 ini. Kedua smelter tersebut yaitu smelter FeNi milik Antam dan smelter timbal milik KPC yang dijadwalkan bisa selesai pada periode kuartal III atau kuartal IV tahun ini. Sedangkan dua smelter lainnya yaitu smelter nikel milik PT Arthabumi Sentra Industri dan smelter mangan yang dibangun oleh PT Gulf Mangan Grup diproyeksikan akan selesai pada tahun 2021 mendatang.

Sumber: https://duniatambang.co.id/

Penulis : Lia Ade Putri
Editor   : Faris Primayudha

Lima perusahaan dapat verifikasi dari Sucofindo untuk ekspor timah

PT Superintending Company of Indonesia (Sucofindo) mencatat ada lima perusahaan pertambangan di Bangka Belitung yang  melakukan ekspor timah dengan verifikasi dari Sucofindo pada periode 2019 hingga pertengahan 2020 ini. 

Kelima perusahaan itu adalah PT Timah Tbk, PT Refined Bangka Tin, PT Mitra Stania Prima, PT Menara Cipta Mulia dan PT Artha Cipta Langgeng.

Asal tahu saja, setidaknya ada 30 eksportir timah yang berada di Bangka Belitung, namun belakangan hanya lima perusahaan ini yang konsisten melakukan ekspor menggunakan jasa Sucofindo.

Direktur Komersial 1 Sucofindo Herliana Dewi mengatakan, ada dua perusahaan lagi yang telah mengajukan permohonan verifikasi lagi agar bisa melakukan ekspor yakni PT Bukit Timah dan PT Prima Timah Utama. Namun, saat ini masih dalam tahapan verifikasi administrasi. 

“Ada lima perusahaan yang konsisten menggunakan jasa Sucofindo, saat ini ada dua perusahaan yang mengajukan permohonan verifikasi, dua perusahaan ini RKAB nya sudah terbit dan ini menjadi syarat untuk kita verifikasi. Kami akan verifikasi administrasi dulu baru nanti verifikasi selanjutnya,” kata Herliana dalm rilis yang diterima Kontan.co.id, Rabu (24/6).

Dengan adanya lima perusahaan yang melakukan ekspor, hal ini menunjukkan bahwa tidak ada monopoli perdagangan timah di Babel. Ia menegaskan, perusahaan mana saja bisa melakukan ekspor asalkan dapat memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Pihaknya, juga akan melayani permohonan verifikasi jika perusahaan memenuhi ketentuan. 

“Stigma monopoli itu kurang tepat, karena sesuai regulasi yang sudah ada selama perusahaan timah manapun yang memenuhi syarat dan ketentuan perusahaan tersebut dapat melakukan kegiatan pengolahan dan transaksi jual beli,” ujar dia.

Dalam melakukan verifikasi Sucofindo mengacu pada aturan Permendag nomor 53 tahun 2018, di mana tahapannya ialah verifikasi dokumen yakni administrasi, verifikasi produksi sampling dan pengujian quality untuk mengetahui mutu dan kualitas, dan verifikasi ekspor atau stuffing pengawasan muat barang yang berisi kuantiti logam timah yang sudah ter verifikasi. 

Sebagai acuan untuk melakukan verifikasi, perusahaan harus menyerahkan RKAB yang telah disahkan. Hal ini akan menjadi dasar verifikator untuk melakukan verifikasi telusur dan asal usul bijih timah, mulai dari pemeriksaan data eksplorasi, IUP hingga data verifikasi cadangan yang dikeluarkan oleh Competent Person Indonesia (CPI). 

“Sucofindo sebagai pelaksana tentunya melaksanakan sesuai dengan persyaratan regulasi dan kami punya integritas dalam melalukan verifikasi. Tidak mungkin kami memverifikasi logam yang sumber bahan baku dan ketersediaannya tidak jelas makanya ada dokumen yang harus dilengkapi perusahaan,” ujarnya.

Menurut Herliana, banyak eksportir yang belum melakukan aktivitasnya lantaran belum mendapatkan pengesahan RKAB. Pihaknya, tidak dapat menindaklanjuti permohonan verifikasi jika RKAB belum disahkan. 

“Mungkin yang membuat ekspor ini berat pengesahan RKAB, yang di dalamnya harus ada CPI. Jumlah CPI untuk komoditas pertambangan timah ini masih sedikit, ini menjadi kendala. Eksportir memang banyak di Babel, tapi yang saat ini menggunakan jasa Sucofindo hanya lima perusahaan,” pungkas dia. 

Sumber: https://industri.kontan.co.id/

Penjara Hingga Denda, Aturan Reklamasi dan Pasca Tambang Diperketat Pada UU MInerba Baru

Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara atau UU Minerba telah diundangkan pada 10 Juni 2020 lalu. Dalam UU Minerba baru tersebut, terdapat sejumlah poin yang mengalami perubahan salah satunya terkait dengan kegiatan reklamasi dan pasca tambang.

Seperti yang diketahui, sesuai dengan kaidah pertambangan yang baik dan benar setiap perusahan yang memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) harus membuat suatu perencanaan pengelolaan lingkungan yaitu terkait dengan reklamasi dan pascatambang.

Jika merujuk UU Minerba yang lama yaitu pada Pasal 100 UU No. 4 Tahun 2009, dikatakan bahwa pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) wajib menyediakan dana jaminan reklamasi dan jaminan pascatambang. Jika pemegang IUP dan IUPK tidak melaksanakan reklamasi sesuai dengan rencana yang telah disetujui, maka menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dapat menetapkan pihak ketiga untuk melakukan reklamasi dan pascatambang dengan dana jaminan tersebut.

Pelaksana Tugas (Plt.) Direktur Teknik dan Lingkungan Minerba Kementerian ESDM Sujatmiko mengatakan bahwa sebelumnya pada beleid lama pemerintah hanya dapat memberikan sanksi administratif terhadap pelanggaran dalam pelaksanaan reklamasi dan pasca tambang. Namun, dengan adanya UU Minerba baru yaitu Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 maka jaminan reklamasi dan pasca tambang dinilai lebih ketat dan efektif yaitu dengan menerapkan kewajiban melaksanakan reklamasi dan pasca tambang dengan tingkat keberhasilan 100% bagi pemegang izin pertambangan, dimana dalam beleid tersebut terdapat pula sanksi pidana khusus baik berupa hukuman penjara maupun denda bagi para penambang yang tidak melaksanakan reklamasi dan pascatambang.

Poin reklamasi dan pasca tambang dalam UU No. 3 Tahun 2020 dikatakan bahwa bagi pemegang IUP dan IUPK yang izin usahanya dicabut atau berakhir tetapi tidak melaksanakan reklamasi dan pascatambang atau tidak menempatkan dana jaminan reklamasi dan pascatambang dapat dipidana paling lama lima tahun penjara dan denda paling banyak Rp 100 miliar. Selain sanksi pidana, pemegang IUP dan IUPK dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran dana dalam rangka pelaksanaan kewajiban reklamasi dan/atau pascatambang yang menjadi kewajiban pemegang IUP dan IUPK tersebut.

Lebih lanjut, Pelaksana Tugas (Plt.) Direktur Teknik dan Lingkungan Minerba Kementerian ESDM Sujatmiko mengatakan bahwa pihaknya pun berharap dengan adanya sanksi yang tegas ini implementasi pengelolaan lingkungan dari kegiatan pertambangan dapat lebih baik dan realisasi kegiatan reklamasi maupun pasca tambang kedepannya dapat dilakukan dengan penuh tanggungjawab.

Sumber: https://duniatambang.co.id/

Penulis : Lia Ade Putri
Editor   : Umar RP.

Konsumsi Mulai Pulih, Impor Batubara Cina Justru Turun 20 Persen

Konsumsi Mulai Pulih, Impor Batubara Cina Justru Turun 20 PersenTanda-tanda pulihnya permintaan suplai untuk sejumlah pembangkit listrik dan juga industri dalam negeri Cina belum memberikan catatan positif pada peningkatan pasokan batubara ke negeri tirai bambu tersebut. Diketahui selama bulan Mei lalu impor batubara di Cina turun hingga mencapai 20 persen daripada tahun sebelumnya.

Sejumlah analis menyebut, Cina diprediksi bakal menerapkan sejumlah aturan ketat untuk melindungi dan mendukung pertambangan domestik mereka. Oleh karenanya, impor batubara Cina diperkirakan masih belum bisa bangkit dalam waktu dekat.

Kemungkinan besar, pada Juli bulan depan, impor batubara Cina bakal semakin diperketat. Akibat dari aturan tersebut, volume impor bakal tergerus dan nilainya bisa mencapai seperempat dari jumlah total batubara yang diimpor pada tahun sebelumnya.

Berdasarkan data dari Bea Cukai Cina, pada bulan sebelumnya mereka mengimpor batubara sebanyak 22,06 juta ton. Sementara bulan April nilai impornya berada pada angka 30,95 juta ton. Sedangkan untuk periode Mei tahun 2019 lalu, jumlah impornya sebesar 27,47 juta ton. Dari angka ini, diketahui persentasenya mengalami penurunan masing-masing sebanyak 28,72 persen dan 19,69 persen.

Sementara itu, belakangan tingkat konsumsi listrik untuk industri dan juga konsumsi rumah tangga di Cina mulai mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan oleh sejumlah sektor industri yang mulai memicu produksi kembali setelah sejumlah kebijakan pembatasan aktivitas mulai dicabut oleh pemerintah. Lalu untuk konsumsi rumah tangga lebih banyak disebabkan oleh penggunaan AC, karena kondisi cuaca yang mulai memasuki musim panas.

Faktor lain yang menjadi penyebab meningkatnya kebutuhan batubara di Cina adalah karena sejumlah PLTA mereka ditutup karena berkurangnya cadangan air yang dimiliki. Sehingga mereka mengalihkan pada penggunaan batubara.

Sebagai informasi, rata-rata kebutuhan batubara di sejumlah fasilitas yang ada di wilayah Cina setiap harinya membutuhkan 628.500 ton. Jika dibandingkan pada bulan April dan juga periode yang sama pada tahun sebelumnya, angka tersebut mengalami peningkatan sekitar 7,7 persen.

Sumber – https://duniatambang.co.id/

Penulis : Edo Fernando
Editor   : Faris Primayudha

Serial K3 Pemula – Sesi 6

 FREE Sharing Session – Webinar 

Safety Meeting “The Leader Way”

Sabtu,  20 Juni 2020  – Pukul, 10.00 WIB

Yaitu melibatkan dan memberdayakan peserta:
• Aktif berinteraksi sepanjang pembahasan
• Mengidentifikasi problema topik bahasan di tempat kerja
• Melakukan peragaan materi meeting
• Mendaratkan topik diskusi ke area kerjanya

Cocok untuk:
• Lulusan atau calon lulusan Perguruan Tinggi Praktisi K3 Baru
• Yang memiliki passion kuat pada profesi K3
• Bagi yang ingin meningkatkan safety meetingnya.

Iqbal Abdurrahman

With:
Iqbal Abdurrahman

Pendaftaran:

Isi Google Form, nama anda akan
dimasukkan ke WA Group.
Undangan Platform akan dishare di WA Group.

Silahkan daftarkan diri anda pada  Googel Form di bawah ini:

Materi Safety Meeting “The Leader Way”

 Download 

Artikel Inspiratif K3

Ini Daftar Perusahaan Peraih Penghargaan Indonesia Mining Services Awards 2022

Ini Daftar Perusahaan Peraih Penghargaan Indonesia Mining Services Awards 2022 Asosiasi Jasa Pertambangan Indonesia (Aspindo/IMSA)menggelar Indonesia Mining Services Awards 2022 di Pullman Bali »

Inspeksi The Leader Way

Inspeksi adalah salah satu program pencegahan kecelakaan yang paling populer.  Semua perusahaan industri besar kecil semua memakai pogram inspeksi.  Semua jenjang karyawan dari level pekerja sampai »

Ketangguhan sistem K3 kita diuji

Delapan bulan sudah Covid 19 melanda dunia. Wabah yang bermula dari Wuhan sebuah kota kecil di China tersebut dengan kecepatan supersonik telah tersebar melintasi pulau dan benua ke antero planet »

Info Covid-19

Kalahkan Covid-19 dengan DISIPLIN dan PEDULI 10

Gaya hidup seperti apa yang Covid-19 tidak suka? Setelah kita ketahui bahwa virus Covid-19 itu adalah molekul yang bagian luarnya dilapisi selubung protein atau lemak, maka di bagian itulah kelemahan »

Kalahkan Covid-19 dengan DISIPLIN dan PEDULI 9

Apakah virus Covid-19 mati oleh antibiotik? Tidak. Virus bukan makhluk hidup.  Virus itu suatu molekul protein (DNA) yang bagian luarnya tertutup lapisan atau selubung lemak pelindung.  Karena bukan »

Kalahkan Covid-19 dengan DISIPLIN dan PEDULI 8

Sekarang bukan waktu yang tepat untuk ke Rumah Sakit. Benar sekali.  Saat ini bukan waktu yang tepat untuk ke Rumah Sakit, apapun alasannya. Kecuali DARURAT.  Mengapa? Agar fasilitas medis dan tenaga »